Rabu, 19 Juni 2013

Laporan genetika pewaris kuantitatif

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
            Sifat-sifat Mendel klasik yang dijumpai dalam bab-bab terdahulu bersifat kualitatif, yaitu sifat-sifat yang mudah digolongkan ke dalam kategori fenotip yang jelas. Fenotip-fenotip yang jelas ini berada di bawah kendali genetik dari hanya satu atau beberapa gen dengan sedikit atau tanpa modifikasi-modifikasi lingkungan yang mengaburkan pengaruh-pengaruh gennya (Stansfield, 1991).
           Biasanya kita beranggapan bahwa suatu kelas fenotip itu selalu mudah dibedakan dari kelas fenotip yang lain. Misalnya, bunga suatu tanaman ada yang merah dan ada yang putih; warna kulit orang ada yang hitam dan ada yang putih; tubuh orang ada yang tinggi dan ada yang pendek. Akan tetapi bila diperhatikan dengan baik, dalam kenyataannya kelas fenotip tadi tidak dapat dibedakan semudah itu. Sebabnya karena seringkali masih dapat diketahui adanya beberapa variasi di dalam suatu kelas fenotip. Misalnya saja, bunga merah muda. Kulit hitam pada orang ada yang hitam sekali, hitam biasa, sawo matang. Tubuh orang ada yang tinggi sekali, tinggi, sedang (Suryo, 2010).
            Tanpa variasi genetik, setiap perubahan lingkungan yang mendadak akan memusnahkan  suatu jenis pada habitat alaminya. Keanekaragaman genetik alami, peranannya dalam evolusi, dan berbagai sistem untuk koleksi, pengawetan, penyebarluasan dan pemanfaatannya. Berdasarkan penyebab timbulnya variasi genetik yaitu variasi yang dihasilkan oleh faktor keturunan (gen) yang bersifat kekal dan diwariskan secar turun-temurun dari satu sel ke sel lainnya. Variasi non genetik atau variasi lingkungan yaitu yang ditentukan oleh faktor lingkungan seperti; intensitas cahaya, kelembaban, pH,kesuburan tanah dan kelembaban (Mentari, 2012).
            Oleh karena itu, melalui percobaan ini kita akan mengetahui beberapa perbedaan antara pewarisan kuantitatif dan kualitatif serta penyebab terjadinya pewarisan kuantitatif dan contohnya dalam kehidupan manusia.
I.2 Tujuan Percobaan
            Tujuan praktikum ini adalah:
1.        Menjelaskan perbedaan antara genetika kuantitatif dan genetika kualitatif.
2.        Mengetahui cara mengumpulkan, menganalisis, dan menafsirkan data penelitian tentang pewarisan kuantitatif.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
            Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2013 pukul 14.30-17.00 WITA di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas  Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dengan membandingkan hasil percobaan Kölreuter dan Mendel dapatlah ditarik kesimpulan adanya perbedaan sebagai berikut (Suryo, 2010):
Kölreuter : pada waktu menyilangkan dua tanaman dengan memperhatikan satu beda sifat didapatkan tanam-tanaman F1 yang semuanya intermedier, sedangkan F2 berupa tanam-tanaman yang memperlihatkan banyak variasi antara kedua tanaman induknya.
Mendel    : pada waktu menyilangkan dua tanaman dengan memperhatikan satu beda sifat didapatkan tanam-tanaman F1 yang semuanya memiliki sifat dominan, sedangkan dalam F2 terdapat keturunan yang memisah dengan perbandingan fenotip 3 : 1.
            Jelaslah perbedaannya, yaitu bahwa sifat keturunan yang dikemukakan Kölreuter itu ditinjau secara kuantitatif, artinya sifat keturunan tampak berderajat berdasarkan intensitas dari ekspresi sifat itu. Sedangkan Mendel meninjau sifat keturunan secara kualitatif, artinya sifat keturunan itu tampak atau tidak (Suryo, 2010).
Pada awal dari genetika Mendel diduga bahwa ada perbedaan fundamental dalam esensi sifat-sifat kualitatif dan kuantitatif. Satu dari contoh klasik yang membantu menjembatani kesenjangan antara kedua macam sifat ini adalah model gen ganda yang dikembangkan oleh ahli genetika Swedia Nillson-Ehle pada tahun 1910, yang menjelaskan warna biji pada gandum. Ketika dia menyilangkan satu galur merah dengan galur putih, dia mengamati bahwa F1 semuannya merah muda dan kira-kira  dari F2 adalah sama ekstremnya seperti induk-induknya, yaitu   putih dan   merah. Dia menafsirkan hasil-hasil ini atas dasar dua gen, masing-masing dengan sepasang alel yang memperlihatkn pengaruh kumulatif (Stansfield, 1991).
Mendel mempelajari karakter yang dapat dipisahkan (contoh warna ungu dan warna putih pada bunga) namun banyak karakter yang tidak dapat dipisahkan dengan jelas seperti warna kulit manusia dan tinggi manusia karena karakter ini bervariasi sepanjang continum (memiliki gradasi). Hal tersebut dikatakan sebagai quantitatif characters. Variasi kuantitatif pada umumnya menunjukkan adanya polygenic inheritance, yaitu suatu efek tambahan dari dua atau lebih gen terhadap satu karakter fenotip (kebalikan dari pleiotropy dimana satu gen mempengaruhi beberapa karakter fenotip). Pigmentasi kulit manusia ditentukan oleh paling sedikit tiga gen terpisah yang diwariskan (Campbell, 2010).
Perbedaan dasar antara sifat kualitatif dan sifat kuantitatif melibatkan jumlah gen yang berkontribusi pada variabilitas fenotip dan derajat di mana fenotip itu dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor lingkungan. Sifat-sifat kuantitatif dapat diatur oleh banyak gen  (mungkin 100 sampai 100 atau lebih), masing-masing berkontribusi terhadap fenotip begitu sedikit sehingga pengaruh-pengaruh individunya tidak dapat dideteksi dengan metode-metode Mendel. Gen-gen yang bersifat demikian disebut poligen (Stansfield, 1991).
Dibawah ini disajikan ringkasan beberapa perbedaan utama antara genetika kuantitatif dan kualitatif (Stansfield, 1991):
No.
Genetika Kuantitatif
Genetika Kualitatif
1.  
Ciri-ciri dari derajat.
Ciri-ciri dari jenis.
2.  
Variasi kontinu; pengukuran fenotip merupakan suatu spektrum.
Variasi diskontinu; kelas-kelas fenotip yang jelas.
3.  
Pengendalian poligenik; pengaruh gen-gen tunggal terlalu kecil untuk dapat dideteksi.
Gen tunggal memberikan pengaruh yang jelas dapat dibedakan.
4.  
Mempersoalkan suatu populasi organisme yang terdiri dari segala macam perkawinan yang dapat terjadi.
Mempersoalkan perkawinan-perkawinan individu dan keturunannya.
5.  
Analisis statistik memberikan estimasi (perkiraan) parameter-parameter populasi seperti rata-rata dan deviasi standar.
Dianalisis dengan membuat penghitungan-penghitungan dan rasio-rasio.
Dalam genetika kuantitatif, konsep poligen (polygenes, berarti “banyak gen“) digunakan untuk menjelaskan terbentuknya sifat kuantitatif. Ronald Fisher (1918) dapat menjelaskan bahwa sifat kuantitatif terbentuk dari banyak gen dengan pengaruh kecil, yang masing-masing bersegregasi menuruti teori Mendel. Karena pengaruhnya kecil, fenotipe yang diatur oleh gen-gen ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Meskipun demikian, penjelasan Fisher ini tetap menempatkan “gen-gen” yang mengatur sifat kuantitatif sebagai sesuatu yang abstrak karena hanya merupakan konsep. Langkah pembuktian mengenai adanya gen-gen yang mengatur sifat kuantitatif mulai terbuka setelah tersedianya banyak penanda genetik sehingga memungkinkan orang membuat peta pautan genetik yang dapat menjangkau sebagian besar kromosom. Penanda-penanda genetik digunakan untuk menunjukkan situasi alelik pada bagian kromosom tertentu. Variasi alel pada suatu penanda menjadi genotipe bagi kromosom atau kelompok pautan (apabila kromosomnya belum teridentifikasi) (Rohmad, 2012).
Persoalan tentang pengaruh poligen ini baik pada tumbuh-tumbuhan maupun pada hewan makin banyak mendapat perhatian karena cukup banyak sifat-sifat keturunan yang relevan terhadap gizi makanan atau keuntungan lain bagi manusia, seperti berat buah, besarnya telur ayam, tinggi tanaman, ketahanan terhadap hama atau penyakit, warna kulit hewan, dll (Suryo, 2010).
Beberapa sifat keturunan pada manusia pun diwariskan lewat poligen. Berikut ini ada beberapa contoh  (Suryo, 2010):
1.    Perbedaan pigmentasi kulit
Davenport dan Davenport menemukan pengaruh poligen pada pigmentasi kulit manusia yang memperlihatkan variasi kuantitatif antara warna muda sampai hitam-arang. Bila empat pasang gen yang mengambil peranan, maka untuk mendapatkan anak dengan warna kulit yang ekstrem kemungkinannya  .
2.    Perbedaan tinggi tubuh
            Menurut penyelidikan ada 4 pasang gen yang ikut mempengaruhi tinggi tubuh orang. Akan tetapi di sini dapat dibedakan adanya gen-gen dasar (ialah gen-gen yang menentukan tinggi dasar) dinyatakan dengan simbol a, b, c, d dan gen-gen ganda (yaitu gen-gen yang memberi tambahan pada tinggi orang) dinyatakan dengan simbol T (untuk tinggi) dan t (untuk rendah).
3.    Sidik jari
            Sidik jari orang merupakan contoh yang indah pula untuk mengetahui peranan poligen.
4.    Bibir sumbing dan celah langit-langit
            Kelainan ini pun disebabkan oleh poligen. Di Amerika Serikat terdapat seorang diantara 750 sampai 1000 kelahiran yang memiliki kelainan ini.
5.    Warna mata manusia
Apabila mata manusia diperhatikan dengan baik, tampak bahwa warnanya berbeda-beda tergantung dari kandung pigmen melanin di dalam iris. Jelaslah berbagai macam warna mata manusia itu disebabkan oleh berperannya poligen.
6.    Hidrosefali, diabetes, tekanan darah tinggi, beberapa penyakit jantung, dan intelegensia pun diduga disebabkan oleh poligen.
            Menurut Nasir (2001) heritabilitas adalah proporsi ragam genetik terhadap besaran total ragam genetik ditambah dengan ragam lingkungan, dengan kata lain heritabilitas merupakan proporsi besaran ragam genetik terhadap besaran ragam fenotipe untuk suatu karakter tertentu. Ada dua nilai heritabilitas yang dikenal dalam pemuliaan tanaman yaitu heritabilitas dalam arti luas dan heritabilitas dalam arti sempit (Alif, 2008).
            Nilai heritabilitas dalam arti luas memperhatikan ragam genetik total dalam kaitannya dengan keragaman fenotipe. Dalam hal ini genotipe dianggap sebagai unit dalam kaitannya dengan lingkungan. Sementara itu heritabilitas dalam arti sempit yang menjadi fokus perhatian adalah keragaman yang diakibatkan oleh peran gen aditif merupakan bagian dari keragaman genetik total. Berdasarkan penjelasan ini dapat dipahami bahwa nilai heritabilitas dalam arti sempit tidak akan pernah lebih besar dibandingkan dengan nilai heritabilitas dalam arti luas untuk suatu karakter tertentu (Alif, 2008).
            Parameter heritabilitas melibatkan semua tipe aksi gen dan oleh karena itu membentuk suatu perkiraan heritabilitas yang luas. Pada kasus dominansi sempurna, bila suatu gamet yang mengandung alel dominan aktif A2 berpadu dengan suatu gamet yang mangandung alel A1 nol, fenotip yang dihasilkan bisa terdiri atas dua unit. Bila dua gamet A2 berpadu, hasil fenotipnya tetap akan terdiri atas dua unit. Sebaliknya, jika gen-gen yang tidak mempunyai dominansi (gen-gen aditif) terlibat, maka gamet-gamet A2 akan menambah satu unit kepada fenotip dari zigot yang dihasilkan, dengan tidak memandang kontribusi alel dari gamet yang berpadu dengannya. Jadi hanya komponen aditif genetik dari variansi yang mempunyai kualitas dapat diramalkan, yang perlua pada formulasi renca-renca pemuliaan. Heritabilitas dalam arti yang lebih sempit ini adalah rasio variansi aditif genetik terhadap variansi fenotip (Stansfield, 1991).
            Harus ditekankan bahwa heritabilitas suatu sifat hanya berlaku pada populasi tertentu yang hidup dalam suatu lingkungan khusus. Suatu populasi yang secara genetik berbeda (mungkin suatu varietas bangsa, ras yang berbeda atau subspesies dari spesies sama) yang hidup dalam lingkungan yang identik, kemungkinan besar mempunyai heritabilitas yang berbeda bagi sifat yang sama. Begitu pula, populasi yang sama kemungkinan besar memperlihatkan heritabilitas yang berbeda bagi sifat yang sama bila diukur dalam lingkungan-lingkungan yang berbeda, karena suatu genotip tertentu tidak selalu memberikan respon terhadap lingkungan-lingkungan yang berbeda dengan cara yang sama. Tidak ada satu genotippun yang mempunyai daya adaptasi yang superior dalam segala macam lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan mengapa seleksi alam cenderung menimbulkan populasi-populasi yang secara genetik berbeda dalam suatu spesies, suatu populasi beradaptasi secara khas terhadap kondisi-kondisi setempat dan tidak secara umum beradaptasi terhadap semua lingkungan dimana spesies itu ditemukan (Stansfield, 1991).


BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
            Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah kuas, wadah cat, alat tulis menulis dan koin.
III.2 Bahan
            Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah cat air, air, kertas putih dan tissue.
III.3 Prosedur Kerja
            Langkah-langkah yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.        Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2.        Membuat 12 bulatan dengan menggunakan koin pada selembar kertas dengan rincian, 2 bulatan sebagai parental, 1 bulatan sebagai F1 dan 9 bulatan sebagai F2.
3.        Memberi nomor (1,2,3,4,5,6,7,8,9) pada 9 bulatan F2.
4.        Mengambil warna hitam lalu meletakkannya pada bulatan parental dan bulatan nomor 9.
5.        Mengambil warna putih lalu meletakkannya pada bulatan parental dan bulatan nomor 1.
6.        Mencampurkan kedua parental lalu meletakkan hasilnya pada F1 dan bulatan nomor 5.
7.        Mencampurkan bulatan nomor 5 dan bulatan nomor 1 lalu meletakkan hasilnya pada bulatan nomor 3.
8.        Mencampurkan bulatan nomor 3 dan bulatan nomor 1 lalu meletakkan hasilnya pada bulatan nomor 2.
9.        Mencampurkan bulatan nomor 5 dan bulatan nomor 3 lalu meletakkan hasilnya pada bulatan nomor 4.
10.    Mencampurkan bulatan nomor 5 dan bulatan nomor 9 lalu meletakkan hasilnya pada bulatan nomor 7.
11.    Mencampurkan bulatan nomor 5 dan bulatan nomor 7 lalu meletakkan hasilnya pada bulatan nomor 6.
12.    Mencampurkan bulatan nomor 7 dan bulatan nomor 9 lalu meletakkan hasilnya pada bulatan nomor 8.
13.    Membuat laporan praktikum.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
P1   =          ♀g1g1g2g2g3g3g4g4            ×           ♂G1G1G2G2G3G3G4G4
                          (Putih)                                         (Hitam)
F1   =                                 G1g1G2g2G3g3G4g4
                                                                     (abu-abu)
P2   =          ♀ G1g1G2g2G3g3G4g4     x           ♂ G1g1G2g2G3g3G4g4
F2   =
1 G4G4 =1 (8G)
1 G3G3                             2 G4g4 =2 (7G)
1 g4g4   = 1 (6G)
1 G4G4 = 2 (7G)
1 G2G2                           2 G3g3                    2 G4g4 = 4 (6G)
1 g4g4   = 2 (5G)
1 G4G4 = 1 (6G)
1 g3g3                     2 G4g4  = 2 (5G)
1 g4g4   = 1 (4G)
1 G4G4 = 2 (7G)
1 G3G3                             2 G4g4 = 4 (6G)
1 g4g4   = 2 (5G)
1 G4G4 = 4 (6G)
1 G1G1                                       2 G2g2                            2 G3g3                    2 G4g4            = 8 (5G)
1 g4g4   = 4 (4G)
1 G4G4 =2 (5G)
1 g3g3                     2 G4g4  = 4 (4G)
1 g4g4   = 2 (3G)
1 G4G4 = 1 (6G)
1 G3G3                             2 G4g4 = 2 (5G)
1 g4g4   = 1( 4G)
1 G4G4 =2 (5G)
1 g2g2                             2 G3g3                    2 G4g4 = 4 (4G)
1 g4g4   = 2 (3G)
1 G4G4 = 1 (4G)
1 g3g3                     2 G4g4  = 2 (3G)
1 g4g4   = 1 (2G)
1 G4G4 = 2 (7G)
1 G3G3                             2 G4g4 = 4 (6G)
1 g4g4   = 2 (5G)
1 G4G4 = 4 (6G)
1 G2G2                           2 G3g3                    2 G4g4 = 8 (5G)
1 g4g4   = 4 (4G)
1 G4G4 = 2 (5G)
1 g3g3                     2 G4g4  = 4 (4G)
1 g4g4   = 2 (3G)
1 G4G4 = 4 (6G)
1 G3G3                             2 G4g4 = 8 (5G)
1 g4g4   = 4 (4G)
1 G4G4 = 8 (5G)
2 G1g1                                       2 G2g2                            2 G3g3                     2 G4g4=16 (4G)
1 g4g4   = 8 (3G)
1 G4G4= 4 (4G)
1 g3g3                     2 G4g4  = 8 (3G)
1 g4g4   = 4 (2G)
1 G4G4 = 2(5G)
1 G3G3                             2 G4g4 = 4 (4G)
1 g4g4   = 2 (3G)
1 G4G4 =4 (4G)
1 g2g2                             2 G3g3                    2 G4g4 = 8 (3G)
1 g4g4   = 4 (2G
1 G4G4 =2 (3G)
1 g3g3                     2 G4g4  = 4 (2G)
1 g4g4   = 2 (1G)
1 G4G4 = 1 (6G)
1 G3G3                             2 G4g4 = 2 (5G)
1 g4g4   = 1 (4G)
1 G4G4 = 2 (5G)
1 G2G2                           2 G3g3                    2 G4g4 = 4 (4G)
1 g4g4   = 2 (3G)
1 G4G4 = 1 (4G)
1 g3g3                     2 G4g4  = 2 (3G)
1 g4g4   = 1 (2G)
1 G4G4 = 2 (5G)
1 G3G3                             2 G4g4 = 4 (4G)
1 g4g4   = 2 (3G)
1 G4G4 = 4 (4G)
1 g1g1                                       2 G2g2                             2 G3g3                     2 G4g4            = 8 (3G)
1 g4g4   = 4 (2G)
1 G4G4 =2 (3G)
1 g3g3                     2 G4g4  = 4 (2G)
1 g4g4   = 2 (1G)
1 G4G4= 1( 4G)
1 G3G3                             2 G4g4 = 2 (3G)
1 g4g4   = 1 (2G)
1 G4G4 =2 (3G)
1 g2g2                             2 G3g3                    2 G4g4 = 4 (2G)
1 g4g4   = 2 (1G)
1 G4G4 =1 (2G)
1 g3g3                     2 G4g4  = 2 (1G)
1 g4g4   = 1 (0G)
Rasio Genotip = 1 8G : 8 7G : 28 6G : 56 5G : 70 4G : 56 3G : 28 2G : 8 1G : 1 0G
                        =    1    :    8    :    28    :    56    :    70    :    56    :   28     :    8   :    1
IV.2 Pembahasan
Perbedaan dasar antara sifat kualitatif dan sifat kuantitatif melibatkan jumlah gen yang berkontribusi pada variabilitas fenotip dan derajat di mana fenotip itu dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor lingkungan. Sifat-sifat kuantitatif dapat diatur oleh banyak gen  (mungkin 10 sampai 100 atau lebih), masing-masing berkontribusi terhadap fenotip begitu sedikit sehingga pengaruh-pengaruh individunya tidak dapat dideteksi dengan metode-metode Mendel. Gen-gen yang bersifat demikian disebut poligen (Stansfield, 1991).
Dalam genetika kuantitatif, konsep poligen (polygenes, berarti “banyak gen“) digunakan untuk menjelaskan terbentuknya sifat kuantitatif. Ronald Fisher (1918) dapat menjelaskan bahwa sifat kuantitatif terbentuk dari banyak gen dengan pengaruh kecil. Karena pengaruhnya kecil, fenotipe yang diatur oleh gen-gen ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Meskipun demikian, penjelasan Fisher ini tetap menempatkan “gen-gen” yang mengatur sifat kuantitatif sebagai sesuatu yang abstrak karena hanya merupakan konsep (Rohmad, 2012).
            Berdasarkan data hasil percobaan, didapatkan hubungan antara banyaknya poligen yang berperan, kelas genotip dan fenotip dalam F2 sebagai berikut:
Jumlah pasangan dan poligen
Bagian dari F2 yang sama dengan salah satu induknya
Jumlah kelas genotip dalam F2
Jumlah kelas fenotip dalam F2
n
( )n
3n
2n+1
4
81
9
            Perbandingan fenotip pada F2 mengikuti aturan tertentu yaitu (a+b)n. Jadi dalam percobaan ini didapatkan perbandingan 1 8G : 8 7G : 28 6G : 56 5G : 70 4G : 56 3G : 28 2G : 8 1G : 1 0G. Perbandingan yang didapatkan ini tidak sesuai dengan perbandingan pada Hukum Mendel. Hal ini disebabkan Mendel meninjau sifat keturunan secara kualitatif berdasarkan adanya sifat dominan dan resesif dan keturunan yang diperoleh akan mempunyai sifat yang tidak jauh berbeda dari sifat kedua induknya. Sedangkan dalam percobaan ini sifat keturunan ditinjau secara kuantitatif karena disebabkan oleh banyak gen (poligen) dimana kedua sifat induknya terakumulasi dan mempengaruhi sifat keturunannya sehingga akan terjadi lebih banyak variasi.
            Contoh pewarisan kuantitatif pada manusia adalah perbedaan warna kulit yang memperlihatkan variasi kuantitatif antara warna muda sampai hitam-arang. Semakin banyak zat melanin (zat yang dapat memberikan warna pada kulit) maka akan semakin gelap warna kulit yang dimilikinya sedangkan semakin sedikit zat melanin maka akan semakin putih warna kulitnya. Hal ini ditunjukkan pula dari hasil pencampuran warna antara warna putih dan warna hitam yang menghasilkan anak dengan warna dari kiri ke kanan semakin gelap.
           
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.        Perbedaan mendasar antara sifat kualitatif dengan kuantitatif adalah bahwa sifat kuantitatif ditentukan oleh banyaknya gen (10 sampai lebih 100) disebut poligen. Perbedaan lainnya, sifat kuantitatif sifatnya berupa spektrum, variasi berkesinambungan, berkenaan dengan perkawinan populasi dan dilakukan analisis stastistik. Sedangkan sifat kualitatif sifatnya berupa jenis, variasi tidak berkesinambungan, berkenaan dengan perkawinan individu dan dianalisa dengan menghitung.
2.        Data dikumpulkan berdasarkan kelas genotipnya kemudian dianalisis dengan menggunakan teori pewarisan kuantitatif dan ditafsirkan sesuai dengan hasil persilangan dan rasio yang dihasilkan sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh poligen terhadap pola pewarisannya.
V.2 Saran
            Saran saya sebaiknya percobaan dilakukan dengan teliti sehingga hasil dapat lebih akurat. Selain itu, laboratorium perlu dilengkapai dengan fasilitas yang lebih baik untuk mendukung lancarrnya praktikum.


DAFTAR PUSTAKA
Alif, Muhammad Dzikri, 2008, Pola Pewarisan Beberapa Karakter Kualitatif dan Kuantitatif pada Cabai (Capsicum annuum L.), Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Campbell, Neil A. Reece, Jane B. dan Mitchell Lawrence, 2010, Biologi Jilid I Edisi Kedelapan, Erlangga, Jakarta.
Mentari, Destiny, 2012, Pewarisan Kuantitatif, http://mentarib1ru.blogspot.com, diakses pada hari Jumat 15 Maret 2013 pukul 17:25 WITA.
Rohmad, 2012, Diktat Kuliah Genetika Ternak, Universitas Islam Kadiri, Kadiri.
Stansfield, William D., 1991, Genetika, Erlangga, Jakarta.
Suryo, 2010, Genetika Manusia, Gajah Mada University Press, Yogyakart

1 komentar: