BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sifat-sifat
Mendel klasik yang dijumpai dalam bab-bab terdahulu bersifat kualitatif, yaitu
sifat-sifat yang mudah digolongkan ke dalam kategori fenotip yang jelas.
Fenotip-fenotip yang jelas ini berada di bawah kendali genetik dari hanya satu
atau beberapa gen dengan sedikit atau tanpa modifikasi-modifikasi lingkungan
yang mengaburkan pengaruh-pengaruh gennya (Stansfield, 1991).
Biasanya kita beranggapan bahwa suatu
kelas fenotip itu selalu mudah dibedakan dari kelas fenotip yang lain.
Misalnya, bunga suatu tanaman ada yang merah dan ada yang putih; warna kulit
orang ada yang hitam dan ada yang putih; tubuh orang ada yang tinggi dan ada yang
pendek. Akan tetapi bila diperhatikan dengan baik, dalam kenyataannya kelas
fenotip tadi tidak dapat dibedakan semudah itu. Sebabnya karena seringkali
masih dapat diketahui adanya beberapa variasi di dalam suatu kelas fenotip.
Misalnya saja, bunga merah muda. Kulit hitam pada orang ada yang hitam sekali,
hitam biasa, sawo matang. Tubuh orang ada yang tinggi sekali, tinggi, sedang
(Suryo, 2010).
Tanpa variasi genetik, setiap perubahan lingkungan yang
mendadak akan memusnahkan suatu jenis pada habitat alaminya.
Keanekaragaman genetik alami, peranannya dalam evolusi,
dan berbagai sistem untuk koleksi, pengawetan, penyebarluasan dan
pemanfaatannya. Berdasarkan penyebab timbulnya variasi genetik yaitu variasi yang dihasilkan oleh faktor keturunan (gen)
yang bersifat kekal dan diwariskan secar turun-temurun
dari satu sel ke sel lainnya. Variasi non genetik atau variasi lingkungan yaitu
yang ditentukan oleh faktor lingkungan seperti; intensitas cahaya, kelembaban,
pH,kesuburan tanah dan kelembaban (Mentari, 2012).
Oleh karena itu, melalui percobaan
ini kita akan mengetahui beberapa perbedaan antara pewarisan kuantitatif dan
kualitatif serta penyebab terjadinya pewarisan kuantitatif dan contohnya dalam
kehidupan manusia.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan praktikum ini adalah:
1.
Menjelaskan perbedaan antara genetika
kuantitatif dan genetika kualitatif.
2.
Mengetahui cara mengumpulkan,
menganalisis, dan menafsirkan data penelitian tentang pewarisan kuantitatif.
I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan
Praktikum ini
dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2013 pukul 14.30-17.00 WITA di
Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Dengan membandingkan hasil percobaan Kölreuter dan Mendel dapatlah
ditarik kesimpulan adanya perbedaan sebagai berikut (Suryo, 2010):
Kölreuter
: pada waktu menyilangkan dua tanaman dengan memperhatikan satu beda sifat
didapatkan tanam-tanaman F1 yang semuanya intermedier, sedangkan F2 berupa
tanam-tanaman yang memperlihatkan banyak variasi antara kedua tanaman induknya.
Mendel : pada waktu
menyilangkan dua tanaman dengan memperhatikan satu beda sifat didapatkan
tanam-tanaman F1 yang semuanya memiliki sifat dominan, sedangkan dalam F2
terdapat keturunan yang memisah dengan perbandingan fenotip 3 : 1.
Jelaslah perbedaannya, yaitu bahwa
sifat keturunan yang dikemukakan Kölreuter itu ditinjau secara kuantitatif,
artinya sifat keturunan tampak berderajat berdasarkan intensitas dari ekspresi
sifat itu. Sedangkan Mendel meninjau sifat keturunan secara kualitatif, artinya
sifat keturunan itu tampak atau tidak (Suryo, 2010).
Pada
awal dari genetika Mendel diduga bahwa ada perbedaan fundamental dalam esensi
sifat-sifat kualitatif dan kuantitatif. Satu dari contoh klasik yang membantu
menjembatani kesenjangan antara kedua macam sifat ini adalah model gen ganda
yang dikembangkan oleh ahli genetika Swedia Nillson-Ehle pada tahun 1910, yang
menjelaskan warna biji pada gandum. Ketika dia menyilangkan satu galur merah
dengan galur putih, dia mengamati bahwa F1 semuannya merah muda dan kira-kira
dari F2 adalah sama ekstremnya seperti
induk-induknya, yaitu
putih dan
merah. Dia menafsirkan hasil-hasil ini atas
dasar dua gen, masing-masing dengan sepasang alel yang memperlihatkn pengaruh
kumulatif (Stansfield, 1991).
Mendel
mempelajari karakter yang dapat dipisahkan (contoh warna ungu dan warna putih
pada bunga) namun banyak karakter yang tidak dapat dipisahkan dengan jelas
seperti warna kulit manusia dan tinggi manusia karena karakter ini bervariasi
sepanjang continum (memiliki gradasi). Hal tersebut dikatakan sebagai quantitatif
characters. Variasi kuantitatif pada umumnya menunjukkan adanya polygenic
inheritance, yaitu suatu efek tambahan dari dua atau lebih gen terhadap satu
karakter fenotip (kebalikan dari pleiotropy dimana satu gen mempengaruhi
beberapa karakter fenotip). Pigmentasi kulit manusia ditentukan oleh paling
sedikit tiga gen terpisah yang diwariskan (Campbell, 2010).
Perbedaan dasar antara sifat kualitatif dan sifat kuantitatif
melibatkan jumlah gen yang berkontribusi pada variabilitas fenotip dan derajat
di mana fenotip itu dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor lingkungan.
Sifat-sifat kuantitatif dapat diatur oleh banyak gen (mungkin 100 sampai 100 atau lebih),
masing-masing berkontribusi terhadap fenotip begitu sedikit sehingga
pengaruh-pengaruh individunya tidak dapat dideteksi dengan metode-metode
Mendel. Gen-gen yang bersifat demikian disebut poligen (Stansfield, 1991).
Dibawah ini disajikan ringkasan beberapa perbedaan utama antara
genetika kuantitatif dan kualitatif (Stansfield, 1991):
No.
|
Genetika Kuantitatif
|
Genetika Kualitatif
|
1.
|
Ciri-ciri
dari derajat.
|
Ciri-ciri
dari jenis.
|
2.
|
Variasi kontinu; pengukuran fenotip merupakan
suatu spektrum.
|
Variasi
diskontinu; kelas-kelas fenotip
yang jelas.
|
3.
|
Pengendalian
poligenik; pengaruh gen-gen tunggal
terlalu kecil untuk dapat dideteksi.
|
Gen
tunggal memberikan pengaruh yang
jelas dapat dibedakan.
|
4.
|
Mempersoalkan
suatu populasi organisme yang
terdiri dari segala macam perkawinan yang dapat terjadi.
|
Mempersoalkan
perkawinan-perkawinan individu dan
keturunannya.
|
5.
|
Analisis
statistik memberikan estimasi (perkiraan) parameter-parameter
populasi seperti rata-rata dan deviasi standar.
|
Dianalisis
dengan membuat penghitungan-penghitungan
dan rasio-rasio.
|
Dalam genetika kuantitatif,
konsep poligen (polygenes, berarti “banyak gen“)
digunakan untuk menjelaskan terbentuknya sifat kuantitatif. Ronald Fisher (1918) dapat menjelaskan bahwa sifat kuantitatif terbentuk dari
banyak gen dengan pengaruh kecil, yang masing-masing bersegregasi menuruti teori Mendel. Karena pengaruhnya kecil, fenotipe yang diatur oleh gen-gen ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan.
Meskipun demikian, penjelasan Fisher ini tetap menempatkan “gen-gen” yang
mengatur sifat kuantitatif sebagai sesuatu yang abstrak karena hanya merupakan konsep. Langkah pembuktian mengenai adanya gen-gen yang mengatur sifat
kuantitatif mulai terbuka setelah tersedianya banyak penanda genetik sehingga
memungkinkan orang membuat peta pautan genetik yang dapat menjangkau sebagian besar kromosom. Penanda-penanda
genetik digunakan untuk menunjukkan situasi alelik pada bagian kromosom tertentu. Variasi alel pada suatu penanda
menjadi genotipe bagi kromosom atau kelompok pautan (apabila kromosomnya belum
teridentifikasi) (Rohmad, 2012).
Persoalan
tentang pengaruh poligen ini baik pada tumbuh-tumbuhan maupun pada hewan makin
banyak mendapat perhatian karena cukup banyak sifat-sifat keturunan yang
relevan terhadap gizi makanan atau keuntungan lain bagi manusia, seperti berat
buah, besarnya telur ayam, tinggi tanaman, ketahanan terhadap hama atau
penyakit, warna kulit hewan, dll (Suryo, 2010).
Beberapa
sifat keturunan pada manusia pun diwariskan lewat poligen. Berikut ini ada
beberapa contoh (Suryo, 2010):
1. Perbedaan
pigmentasi kulit
Davenport dan Davenport menemukan
pengaruh poligen pada pigmentasi kulit manusia yang memperlihatkan variasi
kuantitatif antara warna muda sampai hitam-arang. Bila empat pasang gen yang
mengambil peranan, maka untuk mendapatkan anak dengan warna kulit yang ekstrem
kemungkinannya
.
2.
Perbedaan tinggi tubuh
Menurut penyelidikan ada 4 pasang
gen yang ikut mempengaruhi tinggi tubuh orang. Akan tetapi di sini dapat
dibedakan adanya gen-gen dasar (ialah
gen-gen yang menentukan tinggi dasar) dinyatakan dengan simbol a, b, c, d dan gen-gen ganda (yaitu gen-gen yang
memberi tambahan pada tinggi orang) dinyatakan dengan simbol T (untuk tinggi)
dan t (untuk rendah).
3. Sidik
jari
Sidik jari orang merupakan contoh
yang indah pula untuk mengetahui peranan poligen.
4. Bibir
sumbing dan celah langit-langit
Kelainan ini pun disebabkan oleh
poligen. Di Amerika Serikat terdapat seorang diantara 750 sampai 1000 kelahiran
yang memiliki kelainan ini.
5. Warna
mata manusia
Apabila mata manusia diperhatikan dengan
baik, tampak bahwa warnanya berbeda-beda tergantung dari kandung pigmen melanin
di dalam iris. Jelaslah berbagai macam warna mata manusia itu disebabkan oleh
berperannya poligen.
6.
Hidrosefali, diabetes, tekanan darah
tinggi, beberapa penyakit jantung, dan intelegensia pun diduga disebabkan oleh
poligen.
Menurut Nasir (2001) heritabilitas
adalah proporsi ragam genetik terhadap besaran total ragam genetik ditambah
dengan ragam lingkungan, dengan kata lain heritabilitas merupakan proporsi
besaran ragam genetik terhadap besaran ragam fenotipe untuk suatu karakter
tertentu. Ada dua nilai heritabilitas yang dikenal dalam pemuliaan tanaman
yaitu heritabilitas dalam arti luas dan heritabilitas dalam arti sempit (Alif,
2008).
Nilai heritabilitas dalam arti luas
memperhatikan ragam genetik total dalam kaitannya dengan keragaman fenotipe.
Dalam hal ini genotipe dianggap sebagai unit dalam kaitannya dengan lingkungan.
Sementara itu heritabilitas dalam arti sempit yang menjadi fokus perhatian
adalah keragaman yang diakibatkan oleh peran gen aditif merupakan bagian dari
keragaman genetik total. Berdasarkan penjelasan ini dapat dipahami bahwa nilai heritabilitas
dalam arti sempit tidak akan pernah lebih besar dibandingkan dengan nilai heritabilitas
dalam arti luas untuk suatu karakter tertentu (Alif, 2008).
Parameter heritabilitas melibatkan
semua tipe aksi gen dan oleh karena itu membentuk suatu perkiraan heritabilitas
yang luas. Pada kasus dominansi sempurna, bila suatu gamet yang mengandung alel
dominan aktif A2 berpadu dengan suatu gamet yang mangandung alel A1
nol, fenotip yang dihasilkan bisa terdiri atas dua unit. Bila dua gamet A2
berpadu, hasil fenotipnya tetap akan terdiri atas dua unit. Sebaliknya, jika
gen-gen yang tidak mempunyai dominansi (gen-gen aditif) terlibat, maka
gamet-gamet A2 akan menambah satu unit kepada fenotip dari zigot
yang dihasilkan, dengan tidak memandang kontribusi alel dari gamet yang berpadu
dengannya. Jadi hanya komponen aditif genetik dari variansi yang mempunyai
kualitas dapat diramalkan, yang perlua pada formulasi renca-renca pemuliaan.
Heritabilitas dalam arti yang lebih sempit ini adalah rasio variansi aditif
genetik terhadap variansi fenotip (Stansfield, 1991).
Harus ditekankan bahwa heritabilitas
suatu sifat hanya berlaku pada populasi tertentu yang hidup dalam suatu
lingkungan khusus. Suatu populasi yang secara genetik berbeda (mungkin suatu
varietas bangsa, ras yang berbeda atau subspesies dari spesies sama) yang hidup
dalam lingkungan yang identik, kemungkinan besar mempunyai heritabilitas yang
berbeda bagi sifat yang sama. Begitu pula, populasi yang sama kemungkinan besar
memperlihatkan heritabilitas yang berbeda bagi sifat yang sama bila diukur
dalam lingkungan-lingkungan yang berbeda, karena suatu genotip tertentu tidak selalu
memberikan respon terhadap lingkungan-lingkungan yang berbeda dengan cara yang
sama. Tidak ada satu genotippun yang mempunyai daya adaptasi yang superior
dalam segala macam lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan mengapa seleksi alam
cenderung menimbulkan populasi-populasi yang secara genetik berbeda dalam suatu
spesies, suatu populasi beradaptasi secara khas terhadap kondisi-kondisi
setempat dan tidak secara umum beradaptasi terhadap semua lingkungan dimana
spesies itu ditemukan (Stansfield, 1991).
BAB
III
METODE
PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat yang
digunakan pada percobaan ini adalah kuas, wadah cat, alat tulis menulis dan
koin.
III.2 Bahan
Bahan yang
digunakan pada percobaan ini adalah cat air, air, kertas putih dan tissue.
III.3 Prosedur Kerja
Langkah-langkah yang dilakukan pada
percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.
Menyiapkan alat dan bahan yang
diperlukan.
2.
Membuat 12 bulatan dengan menggunakan
koin pada selembar kertas dengan rincian, 2 bulatan sebagai parental, 1 bulatan
sebagai F1 dan 9 bulatan sebagai F2.
3.
Memberi nomor (1,2,3,4,5,6,7,8,9) pada 9
bulatan F2.
4.
Mengambil warna hitam lalu meletakkannya
pada bulatan parental ♂ dan bulatan nomor 9.
5.
Mengambil warna putih lalu meletakkannya
pada bulatan parental ♀ dan bulatan nomor 1.
6.
Mencampurkan
kedua parental lalu meletakkan hasilnya pada F1 dan bulatan nomor 5.
7.
Mencampurkan bulatan nomor 5 dan bulatan
nomor 1 lalu meletakkan hasilnya pada bulatan nomor 3.
8.
Mencampurkan bulatan nomor 3 dan bulatan
nomor 1 lalu meletakkan hasilnya pada bulatan nomor 2.
9.
Mencampurkan bulatan nomor 5 dan bulatan
nomor 3 lalu meletakkan hasilnya pada bulatan nomor 4.
10.
Mencampurkan bulatan nomor 5 dan bulatan
nomor 9 lalu meletakkan hasilnya pada bulatan nomor 7.
11.
Mencampurkan bulatan nomor 5 dan bulatan
nomor 7 lalu meletakkan hasilnya pada bulatan nomor 6.
12.
Mencampurkan bulatan nomor 7 dan bulatan
nomor 9 lalu meletakkan hasilnya pada bulatan nomor 8.
13.
Membuat laporan praktikum.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
P1 = ♀g1g1g2g2g3g3g4g4 × ♂G1G1G2G2G3G3G4G4
(Putih) (Hitam)
F1 = G1g1G2g2G3g3G4g4
(abu-abu)
P2 = ♀
G1g1G2g2G3g3G4g4 x ♂
G1g1G2g2G3g3G4g4
F2 =
1
G4G4 =1 (8G)
1
G3G3
2 G4g4 =2
(7G)
1 g4g4 = 1 (6G)
1
G4G4 = 2 (7G)
1
G2G2 2 G3g3
2 G4g4 = 4 (6G)
1 g4g4 = 2 (5G)
1
G4G4 = 1 (6G)
1
g3g3 2 G4g4 = 2 (5G)
1 g4g4 = 1 (4G)
1
G4G4 = 2 (7G)
1
G3G3
2 G4g4 =
4 (6G)
1 g4g4 = 2 (5G)
1
G4G4 = 4 (6G)
1
G1G1 2
G2g2 2 G3g3
2 G4g4 = 8 (5G)
1 g4g4 = 4 (4G)
1
G4G4 =2 (5G)
1
g3g3 2 G4g4 = 4 (4G)
1 g4g4 = 2 (3G)
1
G4G4 = 1 (6G)
1
G3G3
2 G4g4 =
2 (5G)
1 g4g4 = 1( 4G)
1
G4G4 =2 (5G)
1
g2g2 2 G3g3
2 G4g4 = 4 (4G)
1 g4g4 = 2 (3G)
1
G4G4 = 1 (4G)
1
g3g3 2 G4g4 = 2 (3G)
1 g4g4 = 1 (2G)
1
G4G4 = 2 (7G)
1
G3G3
2 G4g4 =
4 (6G)
1
g4g4 = 2 (5G)
1
G4G4 = 4 (6G)
1
G2G2 2 G3g3
2 G4g4 = 8 (5G)
1
g4g4 = 4 (4G)
1
G4G4 = 2 (5G)
1
g3g3 2 G4g4 = 4 (4G)
1
g4g4 = 2 (3G)
1
G4G4 = 4 (6G)
1
G3G3
2 G4g4 =
8 (5G)
1
g4g4 = 4 (4G)
1
G4G4 = 8 (5G)
2
G1g1 2
G2g2 2 G3g3
2 G4g4=16
(4G)
1
g4g4 = 8 (3G)
1
G4G4= 4 (4G)
1
g3g3 2 G4g4 = 8 (3G)
1
g4g4 = 4 (2G)
1
G4G4 = 2(5G)
1
G3G3
2 G4g4 =
4 (4G)
1
g4g4 = 2 (3G)
1
G4G4 =4 (4G)
1
g2g2 2 G3g3
2 G4g4 = 8 (3G)
1
g4g4 = 4 (2G
1
G4G4 =2 (3G)
1
g3g3 2 G4g4 = 4 (2G)
1
g4g4 = 2 (1G)
1
G4G4 = 1 (6G)
1
G3G3
2 G4g4 =
2 (5G)
1 g4g4 = 1 (4G)
1
G4G4 = 2 (5G)
1
G2G2 2 G3g3
2 G4g4 = 4 (4G)
1 g4g4 = 2 (3G)
1
G4G4 = 1 (4G)
1
g3g3 2 G4g4 = 2 (3G)
1 g4g4 = 1 (2G)
1
G4G4 = 2 (5G)
1
G3G3
2 G4g4 =
4 (4G)
1 g4g4 = 2 (3G)
1
G4G4 = 4 (4G)
1
g1g1 2
G2g2 2 G3g3
2 G4g4 = 8 (3G)
1 g4g4 = 4 (2G)
1
G4G4 =2 (3G)
1
g3g3 2 G4g4 = 4 (2G)
1 g4g4 = 2 (1G)
1
G4G4= 1( 4G)
1
G3G3
2 G4g4 =
2 (3G)
1 g4g4 = 1 (2G)
1
G4G4 =2 (3G)
1
g2g2 2 G3g3
2 G4g4 = 4 (2G)
1 g4g4 = 2 (1G)
1
G4G4 =1 (2G)
1
g3g3 2 G4g4 = 2 (1G)
1 g4g4 = 1 (0G)
Rasio
Genotip = 1 8G : 8 7G : 28 6G : 56 5G : 70 4G : 56 3G : 28 2G : 8 1G : 1 0G
= 1
: 8 :
28 : 56
: 70 :
56 : 28
: 8 : 1
IV.2 Pembahasan
Perbedaan dasar antara sifat kualitatif dan sifat kuantitatif melibatkan
jumlah gen yang berkontribusi pada variabilitas fenotip dan derajat di mana
fenotip itu dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor lingkungan. Sifat-sifat
kuantitatif dapat diatur oleh banyak gen
(mungkin 10 sampai 100 atau lebih), masing-masing berkontribusi terhadap
fenotip begitu sedikit sehingga pengaruh-pengaruh individunya tidak dapat
dideteksi dengan metode-metode Mendel. Gen-gen yang bersifat demikian disebut poligen (Stansfield, 1991).
Dalam genetika kuantitatif,
konsep poligen (polygenes, berarti “banyak gen“)
digunakan untuk menjelaskan terbentuknya sifat kuantitatif. Ronald Fisher (1918) dapat menjelaskan bahwa sifat kuantitatif terbentuk dari
banyak gen dengan pengaruh kecil. Karena
pengaruhnya kecil, fenotipe yang diatur oleh gen-gen ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan.
Meskipun demikian, penjelasan Fisher ini tetap menempatkan “gen-gen” yang
mengatur sifat kuantitatif sebagai sesuatu yang abstrak karena hanya merupakan konsep (Rohmad, 2012).
Berdasarkan data hasil percobaan,
didapatkan hubungan antara banyaknya poligen yang berperan, kelas genotip dan fenotip
dalam F2 sebagai berikut:
Jumlah pasangan dan poligen
|
Bagian dari F2 yang sama dengan
salah satu induknya
|
Jumlah kelas genotip dalam F2
|
Jumlah kelas fenotip dalam F2
|
n
|
(
)n
|
3n
|
2n+1
|
4
|
81
|
9
|
Perbandingan fenotip pada F2
mengikuti aturan tertentu yaitu (a+b)n. Jadi dalam percobaan ini
didapatkan perbandingan 1 8G : 8 7G : 28 6G : 56 5G : 70 4G : 56 3G : 28 2G : 8
1G : 1 0G. Perbandingan yang didapatkan ini tidak sesuai dengan perbandingan pada
Hukum Mendel. Hal ini disebabkan Mendel meninjau sifat keturunan secara
kualitatif berdasarkan adanya sifat dominan dan resesif dan keturunan yang
diperoleh akan mempunyai sifat yang tidak jauh berbeda dari sifat kedua
induknya. Sedangkan dalam percobaan ini sifat keturunan ditinjau secara
kuantitatif karena disebabkan oleh banyak gen (poligen) dimana kedua sifat
induknya terakumulasi dan mempengaruhi sifat keturunannya sehingga akan terjadi
lebih banyak variasi.
Contoh pewarisan kuantitatif pada
manusia adalah perbedaan warna kulit yang memperlihatkan variasi kuantitatif
antara warna muda sampai hitam-arang. Semakin banyak zat melanin (zat yang
dapat memberikan warna pada kulit) maka akan semakin gelap warna kulit yang
dimilikinya sedangkan semakin sedikit zat melanin maka akan semakin putih warna
kulitnya. Hal ini ditunjukkan pula dari hasil pencampuran warna antara warna
putih dan warna hitam yang menghasilkan anak dengan warna dari kiri ke kanan
semakin gelap.
BAB
V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari
praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.
Perbedaan mendasar antara sifat
kualitatif dengan kuantitatif adalah bahwa sifat kuantitatif ditentukan oleh
banyaknya gen (10 sampai lebih 100) disebut poligen.
Perbedaan lainnya, sifat kuantitatif sifatnya berupa spektrum, variasi
berkesinambungan, berkenaan dengan perkawinan populasi dan dilakukan analisis
stastistik. Sedangkan sifat kualitatif sifatnya berupa jenis, variasi tidak
berkesinambungan, berkenaan dengan perkawinan individu dan dianalisa dengan menghitung.
2.
Data dikumpulkan berdasarkan kelas
genotipnya kemudian dianalisis dengan menggunakan teori pewarisan kuantitatif
dan ditafsirkan sesuai dengan hasil persilangan dan rasio yang dihasilkan
sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh poligen terhadap pola pewarisannya.
V.2 Saran
Saran
saya sebaiknya percobaan dilakukan dengan teliti sehingga hasil dapat lebih
akurat. Selain itu, laboratorium perlu dilengkapai dengan fasilitas yang lebih
baik untuk mendukung lancarrnya praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Alif,
Muhammad Dzikri, 2008, Pola Pewarisan
Beberapa Karakter Kualitatif dan Kuantitatif pada Cabai (Capsicum annuum L.),
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Campbell,
Neil A. Reece, Jane B. dan Mitchell Lawrence, 2010, Biologi Jilid I Edisi
Kedelapan, Erlangga, Jakarta.
Mentari,
Destiny, 2012, Pewarisan Kuantitatif, http://mentarib1ru.blogspot.com, diakses pada
hari Jumat 15 Maret 2013 pukul 17:25 WITA.
Rohmad,
2012, Diktat Kuliah Genetika Ternak, Universitas
Islam Kadiri, Kadiri.
Stansfield,
William D., 1991, Genetika, Erlangga,
Jakarta.
Suryo,
2010, Genetika Manusia, Gajah Mada
University Press, Yogyakart
sangat bermanfaat laporan ini
BalasHapus