LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK

ABSTRAK
Telur merupakan bahan pangan yang berkualitas tinggi dan merupakan sumber pakan embrio ternak. Praktikum Ilmu Pemuliaan Ternak bertujuan untuk dapat mengetahui jenis telur, berat telur, warna telur, perhitungan heritabilitas dan korelasi. Setiap regu terdiri dari dua orang melakukan pengamatan terhadap telur ayam. Mahasiswa pertama melakukan pengukuran panjang dan lebar telur. Mahasiswa kedua melakukan penimbangan dan pencatatan warna kulit telur. Memberi nomor pada telur yang diamati, kemudian memasukkan data hasil pengukuran panjang dan lebar serta berat dan pencatatan warna pada tabel yang telah disediakan. Menghitung rata-rata, simpangan baku, koefisien keragaman terhadap indeks bentuk telur dan berat telur, menghitung persentasi warna telur dan melakukan perhitungan pendugaan nilai heritabilitas dan korelasi. Hasil praktikum menunjukkan bahwa komponen telur terdiri atas cangkang, putih telur dan membran telur, berat rata-rata 58,9762 gram per butir, persentase warna cangkang telur adalah cokelat 38%, cokelat tua 22%, cokelat muda 40%, nilai heritabilitas sebesar 0,08 untuk bentuk telur dan 0,88 untuk berat telur, korelasi genetik sebesar 8,45, bentuk telur runcing pada bagian atas dan tumpul pada bagian bawah. Kesimpulannya adalah telur dalam keadaan normal.
Kata kunci: telur ayam, heritabilitas, korelasi genetik
PENDAHULUAN
Unggas merupakan hewan ternak yang biasa dipelihara oleh manusia untuk dimanfaatkan daging dan telurnya. Telur pada unggas merupakan sumber protein yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat. Telur unggas dihasilkan oleh unggas betina yang telah mengalami dewasa kelamin.
Pada masyarakat Indonesia umumnya mengonsumsi telur ayam, bebek dan puyuh sebagai asupan gizi protein sehari-hari. Selain telur ayam, bebek dan puyuh yang harganya relatif terjangkau, juga mudah didapatkan di pasaran. Namun dari ketiga jenis telur tersebut, yang paling popular adalah telur ayam. Telur ayam yang dikonsumsi umumnya berasal dari ayam petelur tipe layer karena dapat memproduksi telur setiap hari. Hal ini dikarenakan sudah banyak peternakan ayam petelur dimana-mana dan ayam layer mempunyai produktivitas telur yang tinggi.
Telur ayam terdiri dari sebuah sel reproduktif seperti pada mamalia. Pada ayam, sel telur tersebut dikelilingi oleh kuning telur (yolk), albumen, membran kerabang, kerabang dan kutikula (Suprijatna et al., 2005). Telur suatu bangsa burung dapat diidentifikasi dari karakteristik luarnya, yaitu bentuk telur, ukuran telur dan warna telur yang bervariasi diantara semua burung, baik liar maupun piaraan (Hintono, 1995).
Bangsa ayam Mediterani seperti leghorn dan bangsa tertentu lainnya bertelur warna putih. Bangsa ayam Amerika dan beberapa bangsa lainnya telurnya berwarna coklat (Hintono, 1995). Telur ayam ras, kulitnya ada yang berwarna coklat dan ada yang berwarna putih (Sudaryani, 1996). Pigmen yang dihasilkan di uterus pada saat kerabang diproduksi bertanggung jawab pada warna. Warna sangat konsisten untuk setiap ayam, merupakan genetik make-up dari individu. Pigmen coklat pada kerabang telur adalah porhpyrin, secara merata disebarkan ke seluruh kerabang (Suprijatna et al., 2005).
Heretabilitas bisa diartikan sebagai ukuran yang menunjukkan tingkat kesamaan penampilan antara anak-anak dengan tetuanya. Nilai heretabilitas berselang antara 0 – 1, nilai heritabilitas mendekati 1 menunjukan bahwa suatu sifat memberikan respon yang lebih baik terhadap perlakuan seleksi (Kurnianto, 2009). Nilai heretabilitas dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu nilai heretabilitas suatu sifat dikatakan rendah jika berada antara 0-0,02. Sedang antara 0,2-0,4 tinggi untuk nilai lebih dari 0,4. Sifat yang memiliki heretabilitas tinggi adalah yang berhubungan dengan fertilitas, misalnya daya tetas telur (Noor, 1996). Nilai heritabilitas negatif atau lebih dari satu secara biologis tidak mungkin. Hal tersebut dimungkinkan disebabkan oleh keseragaman yang disebabkan oleh lingkungan yang berbeda untuk keluarga kelompok yang berbeda, metode yang digunakan tidak tepat sehingga tiadak dapat menunjukkan antara ragam genetik dan ragam lingkungan dengan efektif, kesalahan dalam pengambilan contoh (Warwick et al., 1995).
Korelasi adalah hubungan dua variabel atau dua parameter yang diketahui pada pembahasan tentang sifat kuantitatif. Pembahasan korelasi genetik berkaitan dengan hubungan antar satu sifat lain genetik, nilai koefisien korelasi mempunyai nilai -1 sampai 1 (Kurnianto, 2009). Faktor yang mempengaruhi kemajuan genetik untuk seleksi dua sifat atau lebih adalah korelasi genetik untuk sifat yang dikatakan ada jika gen-gen yang mempengaruhi sifat pertama yang mempengaruhi sifat kedua (Noor, 1996).
Bentuk telur normal yakni lonjong tumpul bagian atas dan runcing pada bagian bawah. Perbandingan panjang dan lebar yang normal 8 : 6 atau panjang 5,7 cm dn lebar 4,2 cm. Telur yang abnormal akan memiliki ukuran yang berbeda dari ketentuan ini (Dwiyanto dan Prijono, 2007). Sebagian bentuk telur berbentuk oval. Bentuk telur secara umum dikarenakan fakor genetis. Setiap induk telur berturutan dengan bentuk yang sama, memiliki bentuk yaitu bulat, panjang, dan lonjong (Suprijatna et al., 2005).
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Pemuliaan Ternak dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 24 April 2010 pukul 11.00-12.00 di Laboratorium Reproduksi dan Pemuliaan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang.
Materi Praktikum
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah 50 telur ayam. Alat yang digunakan yaitu timbangan untuk menimbang telur, jangka sorong untuk mengukur panjang dan lebar telur dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.
Metode Praktikum
Setiap regu terdiri dari dua orang melakukan pengamatan terhadap telur ayam. Mahasiswa pertama melakukan pengukuran panjang dan lebar telur. Mahasiswa kedua melakukan penimbangan dan pencatatan warna kulit telur. Memberi nomor pada telur yang diamati, kemudian memasukkan data hasil pengukuran panjang dan lebar serta berat dan pencatatan warna pada tabel yang telah disediakan. Menghitung rata-rata, simpangan baku, koefisien keragaman terhadap indeks bentuk telur dan berat telur, menghitung persentasi warna telur dan melakukan perhitungan pendugaan nilai heritabilitas dan korelasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Telur Ayam
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan dapat diketahui bahwa jenis telur yang digunakan dalam praktikum adalah telur ayam. Telur ayam yang digunakan adalah telur ayam yang tidak bertunas, karena telur tersebut ditujukan untuk tidak ditetaskan. Komponen telur terdiri atas cangkang, putih telur dan membran telur. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Yuwanta (2004), bahwa jenis telur ada dua yaitu telur bertunas yaitu telur yang dihasilkan oleh induk yang tidak ada pejantannya dan telur yang tidak bertunas yaitu telur yang dihasilkan oleh induk yang tidak ada pejantannya. Ditambahkan oleh Agromedia Pustaka (2001), bahwa komponen penyusun telur adalah cangkang atau kulit telur, membran, putih telur, membran kuning telur yang membungkus telur dan kuning telur terdiri dari bagian kental dan encer.
Warna Telur
Berdasarkan hasil pengamatan dari 50 butir telur ayam didapatkan tiga warna telur ayam yang berbeda yaitu coklat, coklat muda, dan coklat tua. Hasil perhitungan persentase warna telur diketahui warna yang paling dominan yaitu warna coklat muda dengan persentase 40%. Persentase telur warna coklat 38% dan telur warna coklat tua dengan persentase paling kecil sebesar 22%. Hal tersebut menunjukkan variasi warna telur dipengaruhi oleh genetik dari induknya masing-masing. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suprijatna, et. al. (2005) bahwa kerabang telur sebagian besar berwarna putih atau beragam kecoklatan. Beberapa ayam menghasilkan telur dengan warna kerabang coklat gelap, sedangkan yang lainnya bervariasi keputihan. Pigmen coklat pada kerabang telur adalah porhpyrin, secara yang secara merata disebarkan ke seluruh kerabangtelur ayam ras. Pendapat Sudaryani (1996), menambahkan bahwa telur ayam ras, kulitnya ada yang berwarna coklat dan ada yang berwarna putih.
Bentuk Telur
Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan dari 50 butir telur ayam banyak dijumpai bentuk telur runcing pada bagian atas dan tumpul pada bagian bawah. Hal tersebut menunjukkan bahwa telur memiliki bentuk yang normal. Sesuai dengan pendapat Dwiyanto dan Prijono (2007), bahwa bentuk telur normal yakni lonjong tumpul bagian atas dan runcing pada bagian bawah. Perbandingan panjang dan lebar yang normal 8 : 6 atau panjang 5,7 cm dn lebar 4,2 cm. Telur abnormal akan berbeda dari ketentuan ini. Pendapat Suprijatna et al. (2005), menambahkan bahwa sebagian bentuk telur berbentuk oval. Bentuk telur secara umum dikarenakan faktor genetis. Setiap induk telur berturutan dengan bentuk yang sama, yaitu bulat, panjang, dan lonjong.
Berat Telur
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh telur dengan berat rata-rata 58,9762 gram. Hal ini sesuai dengan pendapat Hintono (1995) yang menyatakan bahwa telur ayam normal mempunyai berat antara 40-80 gram per butir. Ditambahkan oleh Sudaryani (1996), bahwa berat telur ayam sesuai dengan ayamnya. Telur tidak boleh terlalu berat ataupun terlalu kecil (daya penetasannya amat rendah). Beratnya tidak boleh kurang dari 42 gram dan tidak boleh lebih dari 70-80 gram. Keseimbangan berat telur dan berat badan anak ayam adalah tetap adanya.
Heritabilitas
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai heritabilitas sebesar 0,08 untuk bentuk telur dan 0,88 untuk berat telur yang berarti menunjukan respon yang lebih baik terhadap perlakuan seleksi. Dari hasil tersebut dapat dikatakan telur tersebut memiliki nilai heritabilitas yang tinggi dan masih dalam keadaan normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Kurnianto (2009) yang mengatakan bahwa nilai heritabilitas berselang antara 0 – 1, nilai heritabilitas mendekati 1 menunjukan bahwa suatu sifat memberikan respon yang lebih baik terhadap perlakuan seleksi. Hal ini dipertegas dengan pendapat Noor (1996) yang mengatakan bahwa nilai heritabilitas dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu nilai heritabilitas suatu sifat dikatakan rendah jika berada antara 0-0,02. Sedang antara 0,2-0,4 tinggi untuk nilai lebih dari 0,4 sifat yang memiliki heritabilitas tinggi adalah yang berhubungan dengan fertilitas, misalnya daya tetas telur.
Korelasi Genetik
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan nilai korelasi genetik sebesar 8,45 yang disebut korelasi positif dan dalam keadaan normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Noor (1996) yang menyatakan bahwa nilai korelasi berkisar antara -1 dan +1 yang disebut sebagai korelasi sempurna. Ditambahkan oleh pendapat Kurnianto (2009) bahwa korelasi adalah hubungan dua variable atau dua parameter yang diketahui pada pembahasan tentang sifat kuantitatif. Pembahasan koerelasi genetik berkaitan dengan hubungan antar satu sifat lain genetik, nilai koefisien korelasi mempunyai nilai -1 sampai 1.
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa telur yang digunakan adalah telur ayam yang memiliki berat dan bentuk yang normal. Telur ayam yang digunakan dalam praktikum memiliki persentase warna yang terbesar adalah telur dengan warna coklat muda. Heritabilitas untuk indeks bentuk telur dan berat telur yaitu kurang dari satu. Hal tersebut terjadi dimungkinkan karena telur ayam yang digunakan berasal dari induk yang berbeda.. Korelasi genetik dari telur ayam tersebut menunjukkan bahwa telur tersebut dalam keadaan normal yaitu bernilai kurang dari satu.
Pengukuran panjang dan lebar telur menggunakan jangka sorong harus dilakukan dengan teliti. Saat penimbangan telur sebaiknya menggunakan timbangan digital agar hasil yang diperoleh lebih akurat dan waktu penimbangan lebih cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia Pustaka. 2001. Ayam. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Dwiyanto, K dan Siti, N. 2009. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati. Garaha Ilmu, Yogyakarta.
Hintono, A. 1995. Dasar-dasar Ilmu Telur. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Kurnianto, E. 2009. Ilmu Pemuliaan Ternak. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Noor, R. 1996. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudaryani, T. 1996. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suprijatna, E, Umiyati Atmomarsono, dan Ruhyat Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Warwick, E., Astuti J. M., dan Hardjosubroto W. 1983. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

Tinggalkan Balasan